Selasa, 22 November 2011

Drama 5 orang " aku dan calon ibuku"


ADEGAN 1

Narrator: suatu hari di rumah, ayah dan maria sedang bersantai di teras rumah. Lalu ayah memberitahukan kepada maria rencana untuk menikah lagi.
Ayah      : maria, papa punya rencana untuk menikah lagi. Apa pendapatmu?
Maria    : (Maria tidak mengghiraukan dan hanya sibuk dengan HPnya)
Ayah      : maria apa kamu mendengar apa yang papa katakan?
Maria    : iya. Aku mendengar apa yang papa katakana. Tapi sekakarang papa sudah keterlaluan dan hanya mementingkan diri papa sendiri.
Ayah      : maaf maria. Papa tidak mau terlalu lama bersedih dengan kepergiaan mamamu. Setiapkali papa melihat keluarga-keluarga lain, papa irih kepada mereka, dan papa yakin kamu juga menginginkan hal yang sama.
Maria    : tapi pa, aku belum siap dan aku sudah cukup bahagia punya papa dan kakak.
Ayah      : iya. papa tahu, dan papa juga mengerti perasaanmu, tapi apa kamu pernah memilkirkan perasaan papa?
Maria    : sudahlah papa. Kita bahas nanti saja. (sambil berjalan pergi dari papanya)

ADEGAN 2

Narrator: tiba-tiba datang seorang teman perempuan papa. Perempuan ini langsung menyapa aristo.
Ceniva   : hai ris, apa kabar? (langsung duduk di sebelah aristo, papa maria)
Maria    : ini siapa papa?
Ayah      : hhhmmm…mmm..,, (ayah bingung ingin mengatakan apa kepada maria)
Ceniva   : ini anakmu? Ternyata dia sudah besar ya?
Ayah      : iya, dia anak perempuanku dan aku juga punya anak laki-laki namanya stenly.
Ceniva   : trus, dimana stenly? Kenapa dia tidak kelihatan bersama kalian?
Ayah      : ohh stenly. Stenly itu sibuk dengan kuliahnya jadi jarang menghabiskan waktu bersama-sama dengan kami.
Ceniva   : ngomong-ngomong, kamu sudah beritahukan kepada anak-anakmu soal rencana kita?
Ayah      : sudah. Kalau stenly sudah tahu, tapi maria belum.
Ceniva   : kamu yakin, maria bisa menerima aku?
Ayah      : ya tentu. Aku yakin karena orang baik sepertimu mana ada yang mau menolak.
Ceniva   : oh… beguslah kalau begitu, aku tidak perlu khawatir lagi.
Ceniva   : tak terasa 2 tahun berlalu istrimu meninggal.
Maria    : untuk apa tante Tanya-tanya soal ibuku? Emangnya tante ada maksud apa?
Ceniva   : tante tidak bermaksud apa-apa! Tante hanya bertanya saja.
Maria    : pa, papakan sudah tahu, kalau maria belum siap menerima orang lain untuk menggantikan mama. Baru 2 tahun ibu meninggal papa sudah seperti ini.
Ayah      : maria, papa tidak suka kamu bicara seperti itu di depan tante ceniva.
Maria    : aku benci ayah. (maria berdiri dan langsung meninggalkan mereka)
Ayah      : maria ,,….
Ceniva   : sudalah ris, kamukan sudah tahu bagaimana sifat maria.
Ayah      : terima kasih cen, karena kamu mau mengerti sifat anakku. Tak salah aku memilih kamu untuk jadi pengganti ibu mereka.

ADEKAN 3

Narrator: Saat maria jalan-jalan di taman tiba-tiba tante ceniva datang dan menghampiri maria.
Ceniva   : hey maria, sedang apa kamu disini?
Maria    : untuk apa kamu Tanya-tanya, emangnya penting kamu tahu?
Ceniva   : maksud tante kan baik, tante hanya ingin bertanya, tapi kalau maria tidak mau menjawabnya tidak apa-apa.
Maria    : haaahh… sudalah … siapa yang mau percaya perempuan munafik sepertimu..!!
Ceniva   : kenapa maria selalu berprasangka buruk kepada tante, padahalkan maksud tante baik. Tante hanya ingin dekat dengan maria.
Maria    : aku tidak percaya dan aku tidak akan percaya padamu!
Ceniva   : ya… sudahlah kalau kamu tidak mau percaya. Tante pergi dulu ya,,,…
Maria    : sudah,, pergi sana..!!

ADEGAN 4

Narrator: saat maria pulang ke rumah dia marah-marah kemudian kakaknya heran melihat kelakuan maria.
Stenly    : hei, kenapa kamu?
Maria    : aku benci dia, dimana-mana selalu ada dia!
Stenly    : dia, dia…?? Dia siapa??.... maksudmu tante ceniva?
Maria    : ya. Siapa lagi kalau bukan dia.
Stenly    : setiap kali, kamu bertemu dengan tante ceniva, kamu selalu berpikir dia jahat. Padahal menurut kakak dia baik!
Maria    : ahh…. Orang seperti itu di bilang baik? Jangan-jangan kakak di pelet sama dia. Sampai-sampai kamu berkata baik tentang dia.
Stenly    : sssttt…. Kamu jangan berkata begitu lagi ya…
Maria    : sudalah kak. bicara sama kakak dan tante gila itu sama saja!
Stenly    : (menggelengkan kepala)

ADEGAN 5

Narrator: di ruang makan, stenly sedang makan dan ayah datang.
Ayah      : dimana adikmu?
Stenly    : yaa… biasalah pasti dia di kamar. Dia kan malas makan kalau ada papa.
Ayah      : apa karena tante ceniva?
Stenly    : iya. Tepat sekali.
Ayah      : kita harus melakukan apa lagi? Untuk membuat maria menerima tante ceniva sebagai ibu baru kalian, ayah sudah kehabisan cara untuk membuat maria menerima tante ceniva.
Stenly    : sudalah pa, nanti kita bicarakan nanti saja.

ADEGAN 6

Narrator: Ceniva datang mengunjungi rumah aristo untuk membicarakan rencana pernikahan mereka, tapi ternyata aristo tidak ada di rumah, dan dia hanya bertemu dengan maria.
Ceniva   : selamat siang….. (karena tidak ada sahutan jadi ceniva langsung masuk ke dalam rumah dan bertemu dengan maria)
Ceniva   : hai maria, sedang apa kamu?
Maria    : (dengan keadaan yang marah dan kesal) kenapa tante datang kesini? Aku tidka mau melihat muka tante lagi. Tante sudah menghancurkan hubungan aku dengan ayahku. Lalu, apa rencana tante selanjutnya?
Ceniva   : maria, tante tidak pernah berencana untuk menghancurkan hubunganmu dengan papamu tapi tante hanya ingin membantu.
Maria    : omong kosong. Membantu apa? Bantu menghabiskan uang papa? Itu yang tante maksud dengan membantu?
(tiba-tiba ayah datang)
Ayah      : hentikan maria. Kamu sungguh sudah sangat keterlaluan.
Maria    : papa jahat, papa lebih mementingkan perempuan ini dari pada aku.
Ayah      : cukup maria, cukup!
Ceniva   : mungkin dia belum menerima kehadiranku disini untuk menggantikan mamanya yang sudah meninggal 2 tahun yang lalu.
Maria    : ya, itu benar. Kamu sudah tahu, mengapa kamu masih saja mengejar ayahku? Mungkin benar apa yang aku katakana tadi kalau kamu hanya menginginkan harta kami saja? Benarkan?
Narrator: ceniva berusaha menenangkan aristo dengan memberikan nasihat kepada aristo.
Ceniva   : aristo lebih baik kita selesaikan dengan kepala dingin.
Ayah      : maria, ceniva tidak seperti apa yang kamu pikirkan.
Maria    : tapi pa, kenapa harus perempuan ini? Masih banyak perempuan lain di dunia ini.
Ayah      : kenapa kamu tidak menerima ceniva sebagai ibu barumu?
Narrator: maria diam, dan sedih karena teringat lagi dengan almarhuma ibunya.
Maria    : apakah papa pernah memikirkan perasaan maria?
Maria    : pa, sebenarnya setiap kali aku melihat tante ceniva, matanya selalu mengingatkanku kepada almarhuma ibu. Sifatku seperti ini karena aku belum mengikhlaskan mama di gantikan oleh orang lain.
Ceniva   : (mendekati maria) maria maag, karena tante kamu selalu teringat almarhuma ibumu. Tante janji kalau kamu memberikan kesempatan kepada tante, tante akan berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk mu seperti yang kamu inginkan.
Narrator: tiba-tiba stenly masuk.
Stenly    : maria, kami sangat menyayangimu, kami tidak ingin kamu selalu larut dalam kesedihan.
Narrator: maria hanya diam, dan memikirkan kata-kata kakaknya!
Ceniva   : aku akan mencoba menjadi ibu yang baik untuk kamu dan kakakmu. Apakah kamu mau memberikan kesempatan kepadaku?
Narrator: maria berpikir dan mulai membuka hatinya untuk ceniva.
Maria    : baiklah, aku menerima tante sebagai ibu baruku.
Ayah      : terima kasih maria.
-THE END-

Sabtu, 19 November 2011

Nama Baik


Alkisah pada suatu ketika, Angin, Air, dan Nama Baik mengadakan perjalanan bersama-sama.
Angin, seperti bisa, datang dengan terburu-buru seperti orang yang sedang marah. Kadang-kadang melompat-lompat di suatu tempat dan kadang menendang debu tempat lainnya.

Air berjalan dalam bentuk seorang putri. Ia selalu membawa sebuah kendi di tangannya, meneteskan beberapa tetesan air di atas tanah sekitarnya.
Nama baik berjalan dalam bentuk seorang pemuda yang tampan dengan sikap-sikap yang baik, namun sedikit pemalu.
Mereka saling menyukai, meskipun mereka sangat berbeda satu dari yang lainnya. Ketika mereka harus berpisah, mereka bertanya, “kapan kita dapat bertemu untuk mengadakan perjalanan bersama lagi?”

Angin menjawab, “kalian akan selalu menemukan aku di puncak gunung atau melompat-lompat di sekitar kakimu. Aku meniup debu kemana pun kamu pergi”
Air berkata, “aku juga akan selalu ada di sekitarmu. Kamu bisa pergi ke laut atau sungai, bahkan ke dapur untuk menemuiku.”
Nama baik tidak mengatakan apa-apa. Angin dan Air bertanya, “Nama Baik, kapan dan dimana kita akan bertemu kamu lagi?”
Nama Baik menjawab, “Kalian tidak akan bertemu dengan aku lagi, dimana pun juga. Siapapun yang telah kehilangan aku sekali saja, tidak akan pernah bisa mendapatkan aku lagi.”

Hari Yang Hilang


Harold Robin adalah presiden direktur dari perusahaan Curtis Engine di Baltimote, Maryland. Perusahaan Curtis Engine bergerak dalam bidang pendidikan keantariksaan dan percobaan-percobaan yang berhubungan dengan semua masalah tata surya dan alam semesta. Salah satu penemuan mereka yang sangat menakjubkan adalah ketika mereka melakukan percobaan di Green Belt, Maryland.

Merka meneliti kebenaran perhitungan dalam system penanggalan yang di pakai oleh manusia saat ini. Mereka meneliti keabsahan dari posisi matahari, bulan, dan planet-planet dalam tata surya untuk jangka waktu 100 dan 1.000 tahun ke belakang dari sekarang. Sebenarnya, inti dari penelitian mereka adalah mengetahui semua pergerakan alam semesta di masa yang akan datang, sehingga jika mereka mengorbitkan satelit, maka satelit tersebut akan di orbitkan pada posisi yang hampir tidak mungkin bertabrakan dengan benda asing di alam semesta. Mereka mencoba untuk menghindari kerugian jutaan dolar akibat dari satelit yang tertabrak meteor atau komet.

Mereka menjalankan computer untuk menghitung mundur selama beberapa abad, tetapi hasil yang di dapat adalah computer itu selalu berhenti memproses. Mereka melakukannya berkali-kali, tetapi hasil yang di dapat adalah sama, computer mereka mengalami masalah dalam perhitungan. Mereka memanggil ahli computer, karena mereka berpikir bahwa ada kesalahan pada computer mereka. Setelah di lakukan pemeriksaan, ternyata tidak di temukan sedikit pun kerusakan pada system tersebut.  Mereka terus mencari kesalahan dari computer mereka, dan akhirnya di temukan bahwa ada HARI YANG HILANG dalam jangka waktu tertentu. Mengapa bisa demikian?

Mereka tidak dapat menemukan jawabannya. Akhirnya, seorang pekerja Kristen(dari divis yang berbeda) di perusahaan tersebut, berkata kepada mereka, “aku ingat saat aku masih di sekolah minggu, guru sekolah minggu bercerita tentang matahari yang diam tidak begerak selama satu hari penuh.”
Orang-orang di sekitarnya tidak percaya dengan apa yang di katakana oleh orang Kristen tersebut. Mereka berkata, “Tolong buktikan dan tunjukan kepada kami.” Lalu, orang tersebut membuka Kitab Yosua pada Alkitab dan menceritakan saat pasuakn Yosua di kepung oleh musuh-musuhnya, ia meminta kepada Tuhan agar tidak terjadi malam. Alkitab mengatakan bahwa matahari, bulan, bintang, dan semua tatasurya diam tidak bergerak selama satu hari penuh (Yosua 10:1-14).

Setelah pembuktian tersebut, para ilmuwan berkata, “inilah hari yang hilang itu!” mereka kemudian melanjutkan perhitungan hari yang hilang agar computer tidak lagi berhenti memproses. Tetapi setelah program selesai di perbaiki, mereka menemukan kembali perhitungan yang baru bahwa hari yang hilang tersebut adalah 23 jam lebih 20 menit, bukan 24 jam seperti yang di katakana dalam Kitab Yosua.

Selang beberapa jam kemudian, pegawai Kristen tadi berkata kembali, “saya ingat kejadian lain dalam Alkitab di mana matahari  BERGERAK MUNDUR.” Ia membuka Kitab 2 raja-raja 20:1-11 dimana Yesaya meminta kepada Tuhan agar matahari bergerak mundur sebanyak 10 derajat! Mereka terperanjat, karena ilmuan tersebut mengetahui bahwa 10 derajat dari pergerakan matahari adalah tepat 40 menit! 24 jam permintaan Yosua kepada Tuhan dan 40 menit permintaan Yesaya kepada Tuhan adalah 24 jam dikurangi 40 menit = 23 jam lebih 20 menit. Hampir satu hari penuh alam semesta kehilangan harinya. Hal ini tepat seperti apa yang di hitung oleh para ilmuan dengan komputernya.
Kebesaran Tuhan di buktikan kembali dengan ilmu pengetahuan. Alkitab tidak pernah salah!! Terpujilah Nama Tuhan.

Jumat, 18 November 2011

Senapan Tua


John adalah seorang petani tua yang sangat miskin. Pada suatu ketika di musim kemarau yang panjang, ia kehabisan uang. Ia tidak mampunyai uang sepeserpun untuk membeli makanan bagi dia dan keluarganya.
John masih mempunyai senapan tua dan tiga butir peluru. Jadi, ia memutuskan untuk keluar dan menembak sesuatu untuk hidangan makan malam keluarganya.

Saat menelusuri jalan, ia melihat seekor kelinci. Ditembaknya kelinci tersebut, tetapi luput. Kemudian, ia melihat seekor bajing. Ditembaknya bajing tersebut, tetapi luput juga.
Ketika ia berjalan lebih jauh lagi, di lihatnya seekor kalkun liar bertengger di atas pohon, tetapi saat ini ia hanya mempunyai sisa sebutir peluru. Tiba-tiba terdengar olehnya suatu suara yang berkata, “Berdoalah dahulu, bidik keatas dan tetaplah berkonsentrasi kesasaran kalkun liar tersebut.”

Pada saat bersamaan, ia melihat seekor rusa yang berada dalam posisi yang lebih mudah di tembak. Diturunkannya senapannya dan di bidiknya lebih ke bawah mengarahkan ke ular dan siap menembak.
Tetapi, suara tersebut tetap berkata padanya, “aku katakan, ‘Berdoalah dahulu, bidik keatas, dan tetaplah berkonsentrasi ke sasaran kalkun liar tersebut.”

John memutuskan untuk menuruti suara tersebut. Ia berdoa, lalu mengarahkan senapannya ke atas pohon, membidik dan menembak kalkun liar tersebut.
Paluru itu mengenai kalkun kemudian secara ajaib terpental ke bawah dan mengenai rusa, sehingga kalkun dan rusa mati. Senapan tua itu terlepas, jatuh menimpa kepala si ular dan membunuhnya sekaligus. Dan saat senapan tersebut meletus, john terpental ke sungai. Saat ia berdiri untuk melihat sekelilingnya, ia baru menyadari bahwa banyak ikan masuk ke dalam kantongnya.

Seekor rusa, seekor kalkun, dan banyak ikan untuk bekal makanan keluarga mereka. Ular itu mati konyol, karena john mendengar dan taat kepada suara Tuhan.

Makna cerita:
Berdoalah sebelum anda melakukan apa pun, bidik dan arahkan ke tujuanmu, tetapi tetaplah berpusat pada Tuhan.
Laluilah hidup hari demi hari. Ingatlah! Hanya Tuhan yang tahu masa depan kita dan bahwa ia tidak akan membiarkanmu dicobai melebihi batas kemampuanmu.
Jangan memandang pada sesamamu untuk meminta berkat. Pandanglah dan bergantunglah pada Tuhan. Ia dapat membuka pintu bagimu, pintu yang hanya dapat di buka oleh-Nya. Pintu-pintu yang kau masuki bukan dengan menyelinap, melainkan pintu gerbang terbuka yang sudah di persiapkan-Nya khusus untukmu.

Tunggu, Tenang, dan bersabarlah…

Kamis, 17 November 2011

Sang raja wali


Pada perjalanan ke sebuah bukit, seorang pria menemukan sebutir telur burung rajawali. Telur tersebut dibawanya pulang dan di letakkannya di kandang ayamnya yang sedang mengerami telurnya. Telur burung rajawali tersebut kemudian menetas dan hidup bersama dengan anak-anak ayam lainnya.
Sepanjang hidupnya sang rajawali selalu berpikir bahwa dirinya hanyalah seekor ayam. Ia mengais tanah untuk mencari cacing dan serangga untuk makanannya. Ia bersuara seperti seekor ayam, melompat dengan kepakan sayap yang kasar seperti seekor ayam, tanpa dapat terbang lebih dari tiga meter.

Suatu hari sang rajawali  berjalan-jalan bersama kawan-kawan ayamnya ke sebuah bukit. Disana mereka melihat sekelompok burung rajawali terbang dengan anggun di angkasa, melayang dengan gagah menembus awan-awan dengan bantuan embusan angin, hampir tanpa mengepakkan sayapnya.

Sang rajawali melihat hal tersebut dengan terkagum-kagum, dan ia bertanya kepada kawannya, seekor ayam yang mempunyai banyak pengalaman, “Burung apakah yang begitu gagah, anggun, dan sangat luar biasa itu?”

“itu adalah burung rajawali, raja segala burung . . . tapi kamu jangan pernah berpikir dan bermimpi dapat menjadi seperti mereka,” jawab si ayam. Jawaban tersebut tertanam dalam pikiran  sang rajawali. Akibatnya samapai akhir hayatnya, sang rajawali hanya mengais tanah seperti seekor ayam dan tidak pernah mencoba untuk terbang.

Sang rajawali tidak menyadari bahwa ia adalah seekor burung rajawali. Ia mempunyai talenta untuk dapat terbang menembus awan-awan seperti burung rajawali lainnya; tetapi untuk dapat terbang, ia harus berpikir bahwa dirinya adalah seekor burung rajawali. Ia harus berlatih keras dengan rasa optimis dan penuh semangat untuk dapat terbang seperti burung rajawali lainnya.

Demikian juga dalam kehidupan kita, modal utama yang harus kita miliki untuk dapat berhasil adalah selalu berpikir  optimis dan penuh semangat, walaupun kenyataannya mungkin akan lain.

Senin, 07 November 2011

Enam kali aku menangisi adikku


Aku lahir di suatu desa di pegunungan yang sangat terpencil. Untuk memenuhi kebutuhan kami, setiap hari dengan berpeluh orang tuaku membajak lahan kami yang tandus. Dan, aku mempunyai seorang adik laki-laki yang usianya tiga tahun lebih muda dari pada aku.

Suatu saat, karena tertarik untuk membeli sebuah sapu tangan yang di pakai oleh banyak gadis di desa kami, aku mencuri uang lima puluh sen dari laci ayahku.

Ayahku segera menyadari kehilangan uang tersebut. Ayah memerintahkan aku dan adikku untuk berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bamboo di tangannya.

“siapa yang mencuri uang itu?” ayah bertanya dengan sangat marah. Aku terdiam, terlalu takut untuk berbicara.

Ayah semakin marah ketika tidak ada yang mengaku dan ia berkata, “Baik, kalau begitu kalian berdua akan kuhajar!” ayah mengangkat tongkat bamboo itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”

Tongkat panjang itu segera bertubi-tubi menghantam punggung adikku. Ayah begitu marah, sehingga ia lupa diri dan terus-menerus memukul adikku samapi beliau kehabisan napas.

Sesudah  itu, ayah duduk di atas ranjang batu kami dan memarahi adikku, “kami sudah belajar mencuri sekarang, hal memalukan apa lagi akan kamu lakukan di masa yang akan datang?... kamu layak di pukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”

Malam itu ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kamu. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitihkan air mata setetes pun. Pada tengah malam itu, aku tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi”aku masih selalu membenci diriku, karena tidak memiliki cukup keberanian untuk mengakui perbuatanku.

Bertahun-tahun telah lewat, tetapi kejadian tersebut seakan baru terjadi kemarin. Aku tidak penah melupakan wajah adikku berusia 8 tahun dan aku berusia 11 tahun.

Setelah adikku lulus SMP, ia akan melanjutkan ke sebuah SMA di kabupaten. Pada saat bersamaan, aku di terima untuk masuk ke sebuah universitas provinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, mengisap rokok tembakaunya, terus-menerus sampai menghabiskan berbungkus-bungkus rokok. Aku mendengarnya menggerutu, “kedua anak kita memberikan hasil yang sangat baik … hasil yang sangat baik …” ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela napas, “apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”

Saat itu juga, adikku berjalan keluar menghampiri ayah dan berkata, “ayah, aku tidak mau melanjutkan sekolah lagi, aku telah cukup membaca banyak buku.”

Ayah megayunkan tangannya dan memukul wajah adikku, “keparat, mengapa kamu mempunyai jiwa yang begitu lemah? Sekalipun hal tersebut berarti bahwa aku harus mengemis di jalanan, aku tetap akan menyekolahkan kalian berdua sampai selesai!” setelah itu ayah mengetuk setiap rumah di desa untuk mencoba meminjam uang.

Dengan penuh kelembutan, aku menjulurkan tanganku ke wajah adikku yang membengkak. Aku mencoba menasihatinya, “seorang anak laki-laki harus melanjutkan sekolahnya. Jika tidak,  maka ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini. Aku seorang wanita. Sekolah tidaklah terlalu penting. Aku telah memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan ke universitas.

Pada keesokan harinya, sebelum fajar menyingsing, di luar dugaan, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering.  Dia menyelinap kesamping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku, “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Aku akan pergi mencari kerja dan mengirimimu uang.”

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, sambil menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Saat itu, adikku berusia 17 tahun, sedangkan aku berusia 20 tahun.

Dengan uang hasil pinjaman ayah pada beberapa warga desa, di tambah dengan uang dari adikku (hasil kerja adik sebagia kuli panggul semen di lokasi konstruksi), akhirnya aku berhasil melewati tahun ketiga di universitas.

Pada suatu hari, ketika aku sedang belajar di kamar, teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “ada seorang penduduk desa menunggumu di luar!”

Mengapa ada seorang penduduk desa mencariku? Aku berjalan keluar dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir.

Aku bertanya kepadanya, “mengapa tidak kamu katakana kepada temanku bahwa kamu adalah adikku?” dia menjawab, tersenyum, “lihatlah penampilanku. Apa yang akan mereka pikirkan jika mereka tahu bahwa aku adalah adikku? Apakah mereka tidak akan menertawakanmu?”

Aku merasa sangat terharu dan air mata kembali mengalir dari mataku. Aku membersihkan semua debu yang melekat pada adikku, dengan agak tersendat-sendat aku berkata, “aku tidak peduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku… apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimanapun penampilanmu…

Dari sakunya ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya di rambutku, dan kemudian mejelaskan, “aku melihat semua gadis di kotamu memakainya. Jadi aku pikir kamu juga harus memakainya. “dan, aku pun tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku memeluk adikku, menangis dan menangis.

Waktu terus berlalu, adikku telah berusia 20 tahun sedangkan aku berusia 23 tahun. Saat aku pertama kali membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah di ganti, dan rumahku terlihat bersih.

Setelah pacarku pulang, aku menari seperti seorang gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!” ibu tersenyum dan berkata, “ini adalah karena adikmu yang pulang lebih awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat wajahnya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit obat pada lukanya dan membalut lukanya.

“apakah masih sakit?” aku bertanya kepadanya/
“Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika aku bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap saat. Hal tersebut bahkan tidak menghentikanku untuk bekerja dan …”

Di tengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun terus berlalu, dan saat aku menikah, adikku berusia 23 tahun, sedangkan aku berusia 26 tahun. Setelah menikah, aku tinggal di kota. Sering kali suamiku dan aku mengundang orangtuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka selalu menolak.

Mereka mengatakan, jika meninggalkan desam mereka tidak tahu apa yang harus di perbuat. Adikku juga tidak setuju, ia berkata, “Kak, jaga saja mertuamu. Aku akan menjaga ibu dan ayah di sini.”

Suamiku menjadi direktur di pabrik tempat ia bekerja. Kami menginginkan agar adikku mendapat pekerjaan sebagai manajer pada bagian pemeliharaan alat teknik. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras untuk tetap bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari adikku terkena sengatan listrik ketika ia naik tangga untuk memperbaiki kabel listrik.

Ia di masukkan ke rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Setelah melihat gips putih pada kakinya, aku mengerutu, “mengapa kamu menolak tawaran untuk menjadi seorang manajer? Seorang manajer tidak akan pernah melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihatlah dirimu saat ini, mendapat luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengarkan kami sebelumnya?

Dengan wajah yang serius, ia menjelaskan. “pikirkanlah kakak ipar . . . ia baru saja menjadi seorang direktur , dan aku tidak mempunyai pendidikan. Jika aku di jadikan seorang manajer, gossip seperti apa yang akan tersebar?”

Mataku dan mata suamiku di penuhi oleh air mata, lalu keluarlah perkataanku dengan terpatah-patah, “tetapi, kamu kurang pendidikan juga karena aku!”

“mengapa membicarakan masa lalu?”
Jawab adikku sambil mengenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 tahun, sedangkan aku berusia 29 tahun.

Adikku berusia 30 ketika ia menikah dengan seorang gadis petani dari desa kami. Pada acara pernikahannya, “siapa yang paling anda hormati dan anda kasihi?” bahkan tanpa pikir, ia segera menjawab, “Kakakku.”

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali suatu kisah yang bahkan tidak dapat ku ingat. “ketika aku masih di sekolah dasar, sekolah kami berada di desa yang berbeda. Setiap hari kakakku dan aku berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang kerumah.

Suatu hari, aku kehilangan salah satu sarung tanganku. Lalu, kakakku memberikan satu dari sarung tangannya.dan ia hanya memakai satu sarung tangan saja dan berjalan sangat jauh.

Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin, sampai-sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu aku bersumpah, selama aku masih hidup, aku akan menjaga kakakku dan berbuat baik kepadanya.”

Tepuk tangan memenuhi ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Bibirku terasa begitu berat dan sulit untuk mengucapkan kata-kata, “dalam hidupku, orang yang kepadanya aku sangat berterima kasih adalah adikku”

Dan, pada saat yang paling berbahagia itu, di depan kerumunan orang banyak dalam perayaan itu, air mataku mengalir turun seperti sungai membasahi wajahku.