Ceniva Patricia Pinontoan
Selasa, 20 Desember 2011
Selasa, 22 November 2011
Drama 5 orang " aku dan calon ibuku"
ADEGAN 1
Narrator: suatu hari di rumah, ayah dan maria sedang
bersantai di teras rumah. Lalu ayah memberitahukan kepada maria rencana untuk
menikah lagi.
Ayah : maria, papa
punya rencana untuk menikah lagi. Apa pendapatmu?
Maria : (Maria tidak
mengghiraukan dan hanya sibuk dengan HPnya)
Ayah : maria apa
kamu mendengar apa yang papa katakan?
Maria : iya. Aku
mendengar apa yang papa katakana. Tapi sekakarang papa sudah keterlaluan dan
hanya mementingkan diri papa sendiri.
Ayah : maaf maria.
Papa tidak mau terlalu lama bersedih dengan kepergiaan mamamu. Setiapkali papa
melihat keluarga-keluarga lain, papa irih kepada mereka, dan papa yakin kamu
juga menginginkan hal yang sama.
Maria : tapi pa, aku
belum siap dan aku sudah cukup bahagia punya papa dan kakak.
Ayah : iya. papa
tahu, dan papa juga mengerti perasaanmu, tapi apa kamu pernah memilkirkan
perasaan papa?
Maria : sudahlah
papa. Kita bahas nanti saja. (sambil berjalan pergi dari papanya)
ADEGAN 2
Narrator: tiba-tiba datang seorang teman perempuan papa.
Perempuan ini langsung menyapa aristo.
Ceniva : hai ris, apa
kabar? (langsung duduk di sebelah aristo, papa maria)
Maria : ini siapa
papa?
Ayah :
hhhmmm…mmm..,, (ayah bingung ingin mengatakan apa kepada maria)
Ceniva : ini anakmu?
Ternyata dia sudah besar ya?
Ayah : iya, dia
anak perempuanku dan aku juga punya anak laki-laki namanya stenly.
Ceniva : trus, dimana
stenly? Kenapa dia tidak kelihatan bersama kalian?
Ayah : ohh stenly.
Stenly itu sibuk dengan kuliahnya jadi jarang menghabiskan waktu bersama-sama
dengan kami.
Ceniva :
ngomong-ngomong, kamu sudah beritahukan kepada anak-anakmu soal rencana kita?
Ayah : sudah.
Kalau stenly sudah tahu, tapi maria belum.
Ceniva : kamu yakin,
maria bisa menerima aku?
Ayah : ya tentu.
Aku yakin karena orang baik sepertimu mana ada yang mau menolak.
Ceniva : oh… beguslah kalau begitu, aku tidak perlu khawatir lagi.
Ceniva : tak terasa 2
tahun berlalu istrimu meninggal.
Maria : untuk apa
tante Tanya-tanya soal ibuku? Emangnya tante ada maksud apa?
Ceniva : tante tidak
bermaksud apa-apa! Tante hanya bertanya saja.
Maria : pa, papakan
sudah tahu, kalau maria belum siap menerima orang lain untuk menggantikan mama.
Baru 2 tahun ibu meninggal papa sudah seperti ini.
Ayah : maria, papa
tidak suka kamu bicara seperti itu di depan tante ceniva.
Maria : aku benci
ayah. (maria berdiri dan langsung meninggalkan mereka)
Ayah : maria ,,….
Ceniva : sudalah ris,
kamukan sudah tahu bagaimana sifat maria.
Ayah : terima
kasih cen, karena kamu mau mengerti sifat anakku. Tak salah aku memilih kamu
untuk jadi pengganti ibu mereka.
ADEKAN 3
Narrator: Saat maria jalan-jalan di taman tiba-tiba tante
ceniva datang dan menghampiri maria.
Ceniva : hey maria,
sedang apa kamu disini?
Maria : untuk apa
kamu Tanya-tanya, emangnya penting kamu tahu?
Ceniva : maksud tante
kan baik, tante hanya ingin bertanya, tapi kalau maria tidak mau menjawabnya
tidak apa-apa.
Maria : haaahh…
sudalah … siapa yang mau percaya perempuan munafik sepertimu..!!
Ceniva : kenapa maria
selalu berprasangka buruk kepada tante, padahalkan maksud tante baik. Tante
hanya ingin dekat dengan maria.
Maria : aku tidak
percaya dan aku tidak akan percaya padamu!
Ceniva : ya… sudahlah
kalau kamu tidak mau percaya. Tante pergi dulu ya,,,…
Maria : sudah,,
pergi sana..!!
ADEGAN 4
Narrator: saat maria pulang ke rumah dia marah-marah
kemudian kakaknya heran melihat kelakuan maria.
Stenly : hei, kenapa
kamu?
Maria : aku benci
dia, dimana-mana selalu ada dia!
Stenly : dia, dia…??
Dia siapa??.... maksudmu tante ceniva?
Maria : ya. Siapa
lagi kalau bukan dia.
Stenly : setiap
kali, kamu bertemu dengan tante ceniva, kamu selalu berpikir dia jahat. Padahal
menurut kakak dia baik!
Maria : ahh…. Orang
seperti itu di bilang baik? Jangan-jangan kakak di pelet sama dia.
Sampai-sampai kamu berkata baik tentang dia.
Stenly : sssttt….
Kamu jangan berkata begitu lagi ya…
Maria : sudalah kak.
bicara sama kakak dan tante gila itu sama saja!
Stenly :
(menggelengkan kepala)
ADEGAN 5
Narrator: di ruang makan, stenly sedang makan dan ayah
datang.
Ayah : dimana adikmu?
Stenly : yaa…
biasalah pasti dia di kamar. Dia kan malas makan kalau ada papa.
Ayah : apa karena
tante ceniva?
Stenly : iya. Tepat
sekali.
Ayah : kita harus
melakukan apa lagi? Untuk membuat maria menerima tante ceniva sebagai ibu baru
kalian, ayah sudah kehabisan cara untuk membuat maria menerima tante ceniva.
Stenly : sudalah pa,
nanti kita bicarakan nanti saja.
ADEGAN 6
Narrator: Ceniva datang mengunjungi rumah aristo untuk
membicarakan rencana pernikahan mereka, tapi ternyata aristo tidak ada di
rumah, dan dia hanya bertemu dengan maria.
Ceniva : selamat
siang….. (karena tidak ada sahutan jadi ceniva langsung masuk ke dalam rumah
dan bertemu dengan maria)
Ceniva : hai maria,
sedang apa kamu?
Maria : (dengan
keadaan yang marah dan kesal) kenapa tante datang kesini? Aku tidka mau melihat
muka tante lagi. Tante sudah menghancurkan hubungan aku dengan ayahku. Lalu,
apa rencana tante selanjutnya?
Ceniva : maria, tante
tidak pernah berencana untuk menghancurkan hubunganmu dengan papamu tapi tante
hanya ingin membantu.
Maria : omong
kosong. Membantu apa? Bantu menghabiskan uang papa? Itu yang tante maksud
dengan membantu?
(tiba-tiba ayah datang)
Ayah : hentikan
maria. Kamu sungguh sudah sangat keterlaluan.
Maria : papa jahat,
papa lebih mementingkan perempuan ini dari pada aku.
Ayah : cukup
maria, cukup!
Ceniva : mungkin dia
belum menerima kehadiranku disini untuk menggantikan mamanya yang sudah
meninggal 2 tahun yang lalu.
Maria : ya, itu
benar. Kamu sudah tahu, mengapa kamu masih saja mengejar ayahku? Mungkin benar
apa yang aku katakana tadi kalau kamu hanya menginginkan harta kami saja?
Benarkan?
Narrator: ceniva berusaha menenangkan aristo dengan
memberikan nasihat kepada aristo.
Ceniva : aristo lebih
baik kita selesaikan dengan kepala dingin.
Ayah : maria,
ceniva tidak seperti apa yang kamu pikirkan.
Maria : tapi pa,
kenapa harus perempuan ini? Masih banyak perempuan lain di dunia ini.
Ayah : kenapa kamu
tidak menerima ceniva sebagai ibu barumu?
Narrator: maria diam, dan sedih karena teringat lagi dengan
almarhuma ibunya.
Maria : apakah papa
pernah memikirkan perasaan maria?
Maria : pa,
sebenarnya setiap kali aku melihat tante ceniva, matanya selalu mengingatkanku
kepada almarhuma ibu. Sifatku seperti ini karena aku belum mengikhlaskan mama
di gantikan oleh orang lain.
Ceniva : (mendekati
maria) maria maag, karena tante kamu selalu teringat almarhuma ibumu. Tante
janji kalau kamu memberikan kesempatan kepada tante, tante akan berusaha untuk
menjadi yang terbaik untuk mu seperti yang kamu inginkan.
Narrator: tiba-tiba stenly masuk.
Stenly : maria, kami
sangat menyayangimu, kami tidak ingin kamu selalu larut dalam kesedihan.
Narrator: maria hanya diam, dan memikirkan kata-kata
kakaknya!
Ceniva : aku akan
mencoba menjadi ibu yang baik untuk kamu dan kakakmu. Apakah kamu mau
memberikan kesempatan kepadaku?
Narrator: maria berpikir dan mulai membuka hatinya untuk
ceniva.
Maria : baiklah, aku
menerima tante sebagai ibu baruku.
Ayah : terima
kasih maria.
-THE END-
Sabtu, 19 November 2011
Nama Baik
Alkisah pada suatu ketika, Angin, Air, dan Nama Baik
mengadakan perjalanan bersama-sama.
Angin, seperti bisa, datang dengan terburu-buru seperti
orang yang sedang marah. Kadang-kadang melompat-lompat di suatu tempat dan
kadang menendang debu tempat lainnya.
Air berjalan dalam bentuk seorang putri. Ia selalu membawa
sebuah kendi di tangannya, meneteskan beberapa tetesan air di atas tanah
sekitarnya.
Nama baik berjalan dalam bentuk seorang pemuda yang tampan
dengan sikap-sikap yang baik, namun sedikit pemalu.
Mereka saling menyukai, meskipun mereka sangat berbeda satu
dari yang lainnya. Ketika mereka harus berpisah, mereka bertanya, “kapan kita
dapat bertemu untuk mengadakan perjalanan bersama lagi?”
Angin menjawab, “kalian akan selalu menemukan aku di puncak
gunung atau melompat-lompat di sekitar kakimu. Aku meniup debu kemana pun kamu
pergi”
Air berkata, “aku juga akan selalu ada di sekitarmu. Kamu
bisa pergi ke laut atau sungai, bahkan ke dapur untuk menemuiku.”
Nama baik tidak mengatakan apa-apa. Angin dan Air bertanya,
“Nama Baik, kapan dan dimana kita akan bertemu kamu lagi?”
Nama Baik menjawab, “Kalian tidak akan bertemu dengan aku
lagi, dimana pun juga. Siapapun yang telah kehilangan aku sekali saja, tidak
akan pernah bisa mendapatkan aku lagi.”
Hari Yang Hilang
Harold Robin adalah presiden direktur dari perusahaan Curtis
Engine di Baltimote, Maryland. Perusahaan Curtis Engine bergerak dalam bidang
pendidikan keantariksaan dan percobaan-percobaan yang berhubungan dengan semua
masalah tata surya dan alam semesta. Salah satu penemuan mereka yang sangat menakjubkan adalah ketika mereka melakukan percobaan di Green Belt, Maryland.
Merka meneliti kebenaran perhitungan dalam system
penanggalan yang di pakai oleh manusia saat ini. Mereka meneliti keabsahan dari
posisi matahari, bulan, dan planet-planet dalam tata surya untuk jangka waktu
100 dan 1.000 tahun ke belakang dari sekarang. Sebenarnya, inti dari penelitian
mereka adalah mengetahui semua pergerakan alam semesta di masa yang akan
datang, sehingga jika mereka mengorbitkan satelit, maka satelit tersebut akan
di orbitkan pada posisi yang hampir tidak mungkin bertabrakan dengan benda
asing di alam semesta. Mereka mencoba untuk menghindari kerugian jutaan dolar
akibat dari satelit yang tertabrak meteor atau komet.
Mereka menjalankan computer untuk menghitung mundur selama
beberapa abad, tetapi hasil yang di dapat adalah computer itu selalu berhenti
memproses. Mereka melakukannya berkali-kali, tetapi hasil yang di dapat adalah
sama, computer mereka mengalami masalah dalam perhitungan. Mereka memanggil
ahli computer, karena mereka berpikir bahwa ada kesalahan pada computer mereka.
Setelah di lakukan pemeriksaan, ternyata tidak di temukan sedikit pun kerusakan
pada system tersebut. Mereka terus
mencari kesalahan dari computer mereka, dan akhirnya di temukan bahwa ada HARI
YANG HILANG dalam jangka waktu tertentu. Mengapa bisa demikian?
Mereka tidak dapat menemukan jawabannya. Akhirnya, seorang
pekerja Kristen(dari divis yang berbeda) di perusahaan tersebut, berkata kepada
mereka, “aku ingat saat aku masih di sekolah minggu, guru sekolah minggu
bercerita tentang matahari yang diam tidak begerak selama satu hari penuh.”
Orang-orang di sekitarnya tidak percaya dengan apa yang di
katakana oleh orang Kristen tersebut. Mereka berkata, “Tolong buktikan dan
tunjukan kepada kami.” Lalu, orang tersebut membuka Kitab Yosua pada Alkitab
dan menceritakan saat pasuakn Yosua di kepung oleh musuh-musuhnya, ia meminta
kepada Tuhan agar tidak terjadi malam. Alkitab mengatakan bahwa matahari,
bulan, bintang, dan semua tatasurya diam tidak bergerak selama satu hari penuh
(Yosua 10:1-14).
Setelah pembuktian tersebut, para ilmuwan berkata, “inilah
hari yang hilang itu!” mereka kemudian melanjutkan perhitungan hari yang hilang
agar computer tidak lagi berhenti memproses. Tetapi setelah program selesai di
perbaiki, mereka menemukan kembali perhitungan yang baru bahwa hari yang hilang
tersebut adalah 23 jam lebih 20 menit, bukan 24 jam seperti yang di katakana
dalam Kitab Yosua.
Selang beberapa jam kemudian, pegawai Kristen tadi berkata
kembali, “saya ingat kejadian lain dalam Alkitab di mana matahari BERGERAK MUNDUR.” Ia membuka Kitab 2
raja-raja 20:1-11 dimana Yesaya meminta kepada Tuhan agar matahari bergerak
mundur sebanyak 10 derajat! Mereka terperanjat, karena ilmuan tersebut
mengetahui bahwa 10 derajat dari pergerakan matahari adalah tepat 40 menit! 24
jam permintaan Yosua kepada Tuhan dan 40 menit permintaan Yesaya kepada Tuhan
adalah 24 jam dikurangi 40 menit = 23 jam lebih 20 menit. Hampir satu hari
penuh alam semesta kehilangan harinya. Hal ini tepat seperti apa yang di hitung
oleh para ilmuan dengan komputernya.
Kebesaran Tuhan di buktikan kembali dengan ilmu pengetahuan.
Alkitab tidak pernah salah!! Terpujilah Nama Tuhan.
Jumat, 18 November 2011
Senapan Tua
John adalah seorang petani tua yang sangat miskin. Pada
suatu ketika di musim kemarau yang panjang, ia kehabisan uang. Ia tidak mampunyai
uang sepeserpun untuk membeli makanan bagi dia dan keluarganya.
John masih mempunyai senapan tua dan tiga butir peluru.
Jadi, ia memutuskan untuk keluar dan menembak sesuatu untuk hidangan makan
malam keluarganya.
Saat menelusuri jalan, ia melihat seekor kelinci.
Ditembaknya kelinci tersebut, tetapi luput. Kemudian, ia melihat seekor bajing.
Ditembaknya bajing tersebut, tetapi luput juga.
Ketika ia berjalan lebih jauh lagi, di lihatnya seekor
kalkun liar bertengger di atas pohon, tetapi saat ini ia hanya mempunyai sisa
sebutir peluru. Tiba-tiba terdengar olehnya suatu suara yang berkata,
“Berdoalah dahulu, bidik keatas dan tetaplah berkonsentrasi kesasaran kalkun
liar tersebut.”
Pada saat bersamaan, ia melihat seekor rusa yang berada
dalam posisi yang lebih mudah di tembak. Diturunkannya senapannya dan di
bidiknya lebih ke bawah mengarahkan ke ular dan siap menembak.
Tetapi, suara tersebut tetap berkata padanya, “aku katakan,
‘Berdoalah dahulu, bidik keatas, dan tetaplah berkonsentrasi ke sasaran kalkun
liar tersebut.”
John memutuskan untuk menuruti suara tersebut. Ia berdoa,
lalu mengarahkan senapannya ke atas pohon, membidik dan menembak kalkun liar
tersebut.
Paluru itu mengenai kalkun kemudian secara ajaib terpental
ke bawah dan mengenai rusa, sehingga kalkun dan rusa mati. Senapan tua itu
terlepas, jatuh menimpa kepala si ular dan membunuhnya sekaligus. Dan saat
senapan tersebut meletus, john terpental ke sungai. Saat ia berdiri untuk
melihat sekelilingnya, ia baru menyadari bahwa banyak ikan masuk ke dalam
kantongnya.
Seekor rusa, seekor kalkun, dan banyak ikan untuk bekal
makanan keluarga mereka. Ular itu mati konyol, karena john mendengar dan taat
kepada suara Tuhan.
Makna cerita:
Berdoalah sebelum anda melakukan apa pun, bidik dan arahkan
ke tujuanmu, tetapi tetaplah berpusat pada Tuhan.
Laluilah hidup hari demi hari. Ingatlah! Hanya Tuhan yang
tahu masa depan kita dan bahwa ia tidak akan membiarkanmu dicobai melebihi
batas kemampuanmu.
Jangan memandang pada sesamamu untuk meminta berkat.
Pandanglah dan bergantunglah pada Tuhan. Ia dapat membuka pintu bagimu, pintu
yang hanya dapat di buka oleh-Nya. Pintu-pintu yang kau masuki bukan dengan
menyelinap, melainkan pintu gerbang terbuka yang sudah di persiapkan-Nya khusus
untukmu.
Tunggu, Tenang, dan bersabarlah…
Kamis, 17 November 2011
Sang raja wali
Pada perjalanan ke sebuah bukit, seorang pria menemukan
sebutir telur burung rajawali. Telur tersebut dibawanya pulang dan di
letakkannya di kandang ayamnya yang sedang mengerami telurnya. Telur burung
rajawali tersebut kemudian menetas dan hidup bersama dengan anak-anak ayam
lainnya.
Sepanjang hidupnya sang rajawali selalu berpikir bahwa
dirinya hanyalah seekor ayam. Ia mengais tanah untuk mencari cacing dan
serangga untuk makanannya. Ia bersuara seperti seekor ayam, melompat dengan
kepakan sayap yang kasar seperti seekor ayam, tanpa dapat terbang lebih dari
tiga meter.
Suatu hari sang
rajawali berjalan-jalan bersama
kawan-kawan ayamnya ke sebuah bukit. Disana mereka melihat sekelompok burung
rajawali terbang dengan anggun di angkasa, melayang dengan gagah menembus
awan-awan dengan bantuan embusan angin, hampir tanpa mengepakkan sayapnya.
Sang rajawali melihat
hal tersebut dengan terkagum-kagum, dan ia bertanya kepada kawannya, seekor
ayam yang mempunyai banyak pengalaman, “Burung apakah yang begitu gagah,
anggun, dan sangat luar biasa itu?”
“itu adalah burung rajawali, raja segala burung . . .
tapi kamu jangan pernah berpikir dan
bermimpi dapat menjadi seperti
mereka,” jawab si ayam. Jawaban tersebut tertanam dalam pikiran sang rajawali.
Akibatnya samapai akhir hayatnya, sang rajawali hanya mengais tanah seperti
seekor ayam dan tidak pernah mencoba untuk terbang.
Sang rajawali tidak
menyadari bahwa ia adalah seekor burung rajawali. Ia mempunyai talenta untuk
dapat terbang menembus awan-awan seperti burung rajawali lainnya; tetapi untuk
dapat terbang, ia harus berpikir bahwa
dirinya adalah seekor burung rajawali. Ia harus berlatih keras dengan rasa
optimis dan penuh semangat untuk dapat terbang seperti burung rajawali lainnya.
Demikian juga dalam kehidupan kita, modal utama yang
harus kita miliki untuk dapat berhasil adalah selalu berpikir optimis dan penuh
semangat, walaupun kenyataannya mungkin akan lain.
Senin, 07 November 2011
Enam kali aku menangisi adikku
Aku lahir di suatu desa di pegunungan yang sangat
terpencil. Untuk memenuhi kebutuhan kami, setiap hari dengan berpeluh orang
tuaku membajak lahan kami yang tandus. Dan, aku mempunyai seorang adik
laki-laki yang usianya tiga tahun lebih muda dari pada aku.
Suatu saat, karena tertarik untuk membeli sebuah sapu
tangan yang di pakai oleh banyak gadis di desa kami, aku mencuri uang lima
puluh sen dari laci ayahku.
Ayahku segera menyadari kehilangan uang tersebut. Ayah
memerintahkan aku dan adikku untuk berlutut di depan tembok, dengan sebuah
tongkat bamboo di tangannya.
“siapa yang mencuri uang itu?” ayah bertanya dengan
sangat marah. Aku terdiam, terlalu takut untuk berbicara.
Ayah semakin marah ketika tidak ada yang mengaku dan ia
berkata, “Baik, kalau begitu kalian berdua akan kuhajar!” ayah mengangkat
tongkat bamboo itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkram tangannya dan
berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”
Tongkat panjang itu segera bertubi-tubi menghantam punggung
adikku. Ayah begitu marah, sehingga ia lupa diri dan terus-menerus memukul
adikku samapi beliau kehabisan napas.
Sesudah itu, ayah
duduk di atas ranjang batu kami dan memarahi adikku, “kami sudah belajar
mencuri sekarang, hal memalukan apa lagi akan kamu lakukan di masa yang akan
datang?... kamu layak di pukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”
Malam itu ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kamu.
Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitihkan air mata setetes pun.
Pada tengah malam itu, aku tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku
menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “kak, jangan menangis lagi
sekarang. Semuanya sudah terjadi”aku masih selalu membenci diriku, karena tidak
memiliki cukup keberanian untuk mengakui perbuatanku.
Bertahun-tahun telah lewat, tetapi kejadian tersebut
seakan baru terjadi kemarin. Aku tidak penah melupakan wajah adikku berusia 8
tahun dan aku berusia 11 tahun.
Setelah adikku lulus SMP, ia akan melanjutkan ke sebuah
SMA di kabupaten. Pada saat bersamaan, aku di terima untuk masuk ke sebuah
universitas provinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, mengisap rokok
tembakaunya, terus-menerus sampai menghabiskan berbungkus-bungkus rokok. Aku
mendengarnya menggerutu, “kedua anak kita memberikan hasil yang sangat baik …
hasil yang sangat baik …” ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela
napas, “apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”
Saat itu juga, adikku berjalan keluar menghampiri ayah
dan berkata, “ayah, aku tidak mau melanjutkan sekolah lagi, aku telah cukup
membaca banyak buku.”
Ayah megayunkan tangannya dan memukul wajah adikku,
“keparat, mengapa kamu mempunyai jiwa yang begitu lemah? Sekalipun hal tersebut
berarti bahwa aku harus mengemis di jalanan, aku tetap akan menyekolahkan
kalian berdua sampai selesai!” setelah itu ayah mengetuk setiap rumah di desa
untuk mencoba meminjam uang.
Dengan penuh kelembutan, aku menjulurkan tanganku ke
wajah adikku yang membengkak. Aku mencoba menasihatinya, “seorang anak
laki-laki harus melanjutkan sekolahnya. Jika tidak, maka ia tidak akan pernah meninggalkan jurang
kemiskinan ini. Aku seorang wanita. Sekolah tidaklah terlalu penting. Aku telah
memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan ke universitas.
Pada keesokan harinya, sebelum fajar menyingsing, di luar
dugaan, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan
sedikit kacang yang sudah mengering. Dia
menyelinap kesamping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku,
“Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Aku akan pergi mencari kerja dan
mengirimimu uang.”
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku,
sambil menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Saat itu, adikku
berusia 17 tahun, sedangkan aku berusia 20 tahun.
Dengan uang hasil pinjaman ayah pada beberapa warga desa,
di tambah dengan uang dari adikku (hasil kerja adik sebagia kuli panggul semen
di lokasi konstruksi), akhirnya aku berhasil melewati tahun ketiga di
universitas.
Pada suatu hari, ketika aku sedang belajar di kamar,
teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “ada seorang penduduk desa menunggumu
di luar!”
Mengapa ada seorang penduduk desa mencariku? Aku berjalan
keluar dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen
dan pasir.
Aku bertanya kepadanya, “mengapa tidak kamu katakana
kepada temanku bahwa kamu adalah adikku?” dia menjawab, tersenyum, “lihatlah
penampilanku. Apa yang akan mereka pikirkan jika mereka tahu bahwa aku adalah
adikku? Apakah mereka tidak akan menertawakanmu?”
Aku merasa sangat terharu dan air mata kembali mengalir
dari mataku. Aku membersihkan semua debu yang melekat pada adikku, dengan agak
tersendat-sendat aku berkata, “aku tidak peduli omongan siapa pun! Kamu adalah
adikku… apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimanapun penampilanmu…
Dari sakunya ia mengeluarkan sebuah jepit rambut
berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya di rambutku, dan kemudian mejelaskan,
“aku melihat semua gadis di kotamu memakainya. Jadi aku pikir kamu juga harus
memakainya. “dan, aku pun tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku memeluk
adikku, menangis dan menangis.
Waktu terus berlalu, adikku telah berusia 20 tahun
sedangkan aku berusia 23 tahun. Saat aku pertama kali membawa pacarku ke rumah,
kaca jendela yang pecah telah di ganti, dan rumahku terlihat bersih.
Setelah pacarku pulang, aku menari seperti seorang gadis
kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu
untuk membersihkan rumah kita!” ibu tersenyum dan berkata, “ini adalah karena
adikmu yang pulang lebih awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu
melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat wajahnya
yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit obat pada
lukanya dan membalut lukanya.
“apakah masih sakit?” aku bertanya kepadanya/
“Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika aku bekerja di
lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap saat. Hal tersebut
bahkan tidak menghentikanku untuk bekerja dan …”
Di tengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan
tubuhku memunggunginya, air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun terus
berlalu, dan saat aku menikah, adikku berusia 23 tahun, sedangkan aku berusia
26 tahun. Setelah menikah, aku tinggal di kota. Sering kali suamiku dan aku
mengundang orangtuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka
selalu menolak.
Mereka mengatakan, jika meninggalkan desam mereka tidak
tahu apa yang harus di perbuat. Adikku juga tidak setuju, ia berkata, “Kak,
jaga saja mertuamu. Aku akan menjaga ibu dan ayah di sini.”
Suamiku menjadi direktur di pabrik tempat ia bekerja.
Kami menginginkan agar adikku mendapat pekerjaan sebagai manajer pada bagian
pemeliharaan alat teknik. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras
untuk tetap bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari adikku terkena sengatan listrik ketika ia naik
tangga untuk memperbaiki kabel listrik.
Ia di masukkan ke rumah sakit. Suamiku dan aku pergi
menjenguknya. Setelah melihat gips putih pada kakinya, aku mengerutu, “mengapa
kamu menolak tawaran untuk menjadi seorang manajer? Seorang manajer tidak akan
pernah melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihatlah dirimu saat ini,
mendapat luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengarkan kami
sebelumnya?
Dengan wajah yang serius, ia menjelaskan. “pikirkanlah
kakak ipar . . . ia baru saja menjadi seorang direktur , dan aku tidak
mempunyai pendidikan. Jika aku di jadikan seorang manajer, gossip seperti apa
yang akan tersebar?”
Mataku dan mata suamiku di penuhi oleh air mata, lalu
keluarlah perkataanku dengan terpatah-patah, “tetapi, kamu kurang pendidikan
juga karena aku!”
“mengapa membicarakan masa lalu?”
Jawab adikku sambil mengenggam tanganku. Tahun itu, ia
berusia 26 tahun, sedangkan aku berusia 29 tahun.
Adikku berusia 30 ketika ia menikah dengan seorang gadis
petani dari desa kami. Pada acara pernikahannya, “siapa yang paling anda
hormati dan anda kasihi?” bahkan tanpa pikir, ia segera menjawab, “Kakakku.”
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali suatu kisah
yang bahkan tidak dapat ku ingat. “ketika aku masih di sekolah dasar, sekolah
kami berada di desa yang berbeda. Setiap hari kakakku dan aku berjalan selama
dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang kerumah.
Suatu hari, aku kehilangan salah satu sarung tanganku.
Lalu, kakakku memberikan satu dari sarung tangannya.dan ia hanya memakai satu
sarung tangan saja dan berjalan sangat jauh.
Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran
karena cuaca yang begitu dingin, sampai-sampai ia tidak dapat memegang
sumpitnya. Sejak hari itu aku bersumpah, selama aku masih hidup, aku akan
menjaga kakakku dan berbuat baik kepadanya.”
Tepuk tangan memenuhi ruangan itu. Semua tamu memalingkan
perhatiannya kepadaku. Bibirku terasa begitu berat dan sulit untuk mengucapkan
kata-kata, “dalam hidupku, orang yang kepadanya aku sangat berterima kasih
adalah adikku”
Dan, pada saat yang paling berbahagia itu, di depan
kerumunan orang banyak dalam perayaan itu, air mataku mengalir turun seperti
sungai membasahi wajahku.
Langganan:
Postingan (Atom)